Jakarta – Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan bahwa konflik Laut China Selatan berpotensi menjadi ancaman serius bagi keamanan maritim kawasan Asia Tenggara jika tidak ditangani dengan hati-hati. Ia pun meminta organisasi bangsa-bangsa Asia Tenggara atau Association of Southeast Asian National (ASEAN) untuk mendorong penyelesaian masalah ini melalui jalur damai.
“Potensi konflik regional seperti di Laut China Selatan harus diselesaikan dengan damai melalui dialog dan kerja sama,” kata Kalla saat menghadiri peringatan hari ulang tahun ASEAN yang ke-48 di Jakarta, Senin (10/8/2015).
ASEAN, kata Kalla, harus mendesak diterimanya kesepakatan regional untuk mencegah penyelesaian konflik dengan cara kekerasan atau paksa memaksa. Pada usianya yang ke-48, ASEAN menghadapi berbagai tantangan baik eksternal maupun internal.
Meskipun ekonomi kawasan tumbuh secara dinamis, masih ada ketidakseimbangan, baik di dalam negeri maupun antarnegara. Di samping tantangan dari luar seperti konflik Laut China Selatan, Kalla mengingatkan masih adanya ancaman internal yang membayangi terkait persengketaan antar negara-negara ASEAN.
“Secara institusional, ASEAN masih lemah dengan sumber daya dan kapasitas yang terbatas,” ujar Kalla.
Oleh karena itu, Wapres menekankan perlunya peningkatan kapasitas lembaga untuk mengatur hubungan antar negara-negara ASEAN, serta mempercepat integrasi ekonomi kawasan.
Konflik Laut China Selatan berawal ketika Tiongkok mengklaim 90 persen wilayah Laut China Selatan sebagai teritorialnya. Klaim terhadap Laut China Selatan juga datang dari Tawiran dan sejumlah negara Asia Tenggara, yakni Brune, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.
Laut China Selatan merupakan jalur perdagangan yang strategis dan salah satu jalur dagang paling gemuk di dunia. Kawasan tersebut juga dipercaya kaya akan minyak dan gas.
Kompas.com